Para menteri luar negeri ASEAN mengadakan pertemuan khusus hari Kamis (27/10) di Jakarta untuk membahas cara-cara mengatasi krisis yang kian berkembang di Myanmar. Militer Myanmar mengambil alih kekuasaan tahun lalu sehingga memicu kekerasan yang mengancam mengacaukan kawasan ini.
Kamboja, yang sedang menjabat ketua ASEAN, mengeluarkan pernyataan hari Selasa yang mengatakan kelompok itu “sangat prihatin atas eskalasi kekerasan baru-baru ini di Myanmar,” termasuk serangan udara militer hari Minggu lalu yang dilaporkan menewaskan hingga 80 anggota etnis minoritas Kachin.
Pertemuan hari Kamis (27/10) berlangsung menjelang KTT tahunan ASEAN dari 11 hingga 13 November, di mana fokus utama para pemimpin adalah situasi Myanmar yang telah mengancam persatuan kelompok itu. ASEAN, yang juga beranggotakan Myanmar, telah berupaya memainkan peran perantara perdamaian tidak lama setelah militer Myanmar merebut kekuasaan pada Februari tahun lalu dengan menyingkirkan pemerintah terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi.
ASEAN telah berupaya menerapkan konsensus lima butir mengenai Myanmar yang dicapai pada April tahun lalu, yang hanya membuahkan sedikit keberhasilan.
Kesepakatan itu menyerukan penghentian segera kekerasan, dialog di antara pihak-pihak terkait, mediasi oleh utusan khusus ASEAN, pemberian bantuan kemanusiaan dan kunjungan ke Myanmar oleh utusan khusus untuk bertemu semua pihak terkait.
Pemerintah Myanmar yang dibentuk militer pada awalnya menyetujui konsensus itu, tetapi tidak banyak berupaya menerapkannya, selain meminta bantuan kemanusiaan dan mengizinkan utusan khusus ASEAN berkunjung.
Para anggota ASEAN, khususnya Malaysia, Indonesia dan Singapura, telah mendesak agar lebih banyak memberi tekanan terhadap penguasa militer Myanmar untuk menerapkan konsensus itu. [uh/ab]
Sumber: www.voaindonesia.com